Minggu, 23 September 2012

UDHIYAH ( PENYEMBELIHAN HEWAN )

MAKALAH

UDHIYAH ( PENYEMBELIHAN HEWAN )


Disusun Dan Diajukan Sebagai Tugas Individu Mata Kuliah
            Konsep Dasar Pendidkan Agama Islam

Dosen Pengampu : Ahmad Rifai Zen, M.Pd.I


Oleh :
Teguh Setiaji ( 40210145 )

PGSD 4




SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN ( STKIP ) ISLAM BUMIAYU
Tahun Akademik 2011 / 2012

BAB I

  1. PENDAHULUAN

Syariat Qurban merupakan warisan ibadah yang paling tua. Karena bequrban mulai diperintahkan saat Nabiyullah Adam ‘alaihis salam tidak menemukan cara yang adil dalam menikahkan anak-anaknya yang kembar. Meskipun sudah diputuskan menikah secara silang. Sampai akhirnya Allah swt mewahyukan agar kedua anak Adam, Habil dan Qabil melaksanakan qurban untuk membuktikan siapa yang diterima. Habil berqurban dengan ternaknya –unta- dan Qabil berqurban dengan tanamannya –gandum-.

Sampai disini Allah swt sebenarnya ingin menguji hamba-hamba-Nya, mana yang dengan suka-rela menerima perintahnya, dan mana yang menentangnya. Habil dengan ikhlas mempersembahkan udhiyahnya dan karenanya diterima. Sedangkan Qabil karena tidak tulus dalam menjalankan perintah berudhiyah, tidak diterima, sehingga dengan nekad juga ia membunuh saudaranya, inilah peristiwa pembunuhan pertama dalam sejarah umat manusia.
Sebenarnya istilah yang baku bukan berqurban, tetapi menyembelih hewan udhiyah. Sebab kata “Qurban” artinya mendekatkan diri kepada Allah. Padahal yang disunnahkan adalah melakukan ibadah ritual yaitu menghilangkan nyawa hewan udhiyah, baik dengan cara dzabh (menyembelih) atau nahr (menusuk leher unta dengan tombak), sebagai bentuk ritual peribadatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ibadah korban merupakan suatu ibadah yang sangat digalakkan didalam islam,khususnya bagi mereka yang berkemampuan dari segi kewangan.Ibadah korban telah disyariatkan oleh Allah SWT pada tahun kedua Hijrah.
    Aqiqah merupakan salah satu ajaran islam  yang di contohkan rasulullah SAW. Aqiqah mengandung hikmah dan manfaat positif yang bisa kita petik di dalamnya. Di laksanakan pada hari ke tujuh  dalam kelahiran seorang bayi. Dan Aqiqah hukumnya sunnah muakad (mendekati wajib), bahkan sebagian ulama menyatakan wajib. Setiap orang tua mendambahkan anak yang shaleh, berbakti dan mengalirkan kebahagiaan kepada kedua orangnya. Aqiqah adalah salah  satu acara penting untuk menanamkan nilai-nilai ruhaniah kepada anak yang masih suci. Dengan aqiqah di harapkan sang bayi memperoleh kekuatan, kesehatan lahir dan batin. Di tumbuhkan dan di kembangkan lahir dan batinnya dengan nilai-nilai ilahiyah.
    Aqiqah juga salah satu upaya kita untuk menebus anak kita yang tergadai. Aqiqah juga merupakan realisasi rasa syukur kita atas anugerah, sekaligus amanah yang di berikan allah SWT terhadap kita. Aqiqah juga sebagai upaya kita menghidupkan sunnah rasul SAW, yang merupakan perbuatan yang terpuji, mengingat  saat ini sunnah tersebut mulai jarang di laksanakan oleh kaum muslimin.
  1. Rumusan Masalah
1.      Menjelaskan pengertian kurban ?
2.      Menjelaskan hukum kurban ?
3.      Menyebutkan waktu pelaksanaan kurban ?
4.      Menyebutkan syarat-syarat hewan kurban ?
5.      Menjelaskan pengertian aqiqah ?
6.      Menjelaskan ketentuan dan syarat aqiqah



BAB II

PEMBAHASAN
  1. Pengertian udhiyah
            Kata qurban yang kita pahami, berasal dari bahasa Arab, artinya pendekatan diri, sedangkan maksudnya adalah menyembelih binatang ternak sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah. Arti ini dikenal dalam istilah Islam sebagai udhiyah. Udhiyah secara bahasa mengandung dua pengertian, yaitu kambing yang disembelih waktu Dhuha dan seterusnya, dan kambing yang disembelih di hari ‘Idul Adha. Adapun makna secara istilah, yaitu binatang ternak yang disembelih di hari-hari Nahr dengan niat mendekatkan diri (taqarruban) kepada Allah dengan syarat-syarat tertentu (Syarh Minhaj).
            Sedangkan kata al-Udhiyah itu sendiri diambil dari kata dhuha, yang artinya waktu dhuha. Dikatakan demikian lantaran waktu shalat Idul Adha dan menyembelihnya Rasulullah SAW adalah pada waktu dhuha. Demikianlah Rasulullah SAW menyembelih binatang qurbannya pada waktu dhuha setelah shalat Idul Adha. Ini bukan berarti selain waktu dhuha dilarang menyembelih, bahkan seandainya menyembelih qurban dilakukan pada sore atau malam hari, selama dalam waktu yang dibolehkan maka penyembelihan itu tetap sah, karena waktu dhuha itu adalah waktu yang disunnahkan. (Faedah ini dikatakan oleh Dr. Abdurrahman ad-Dahsy ketika mensyarah kitab Umdatul ahkam dalam bab Muqaddimah bab al-Adhahi. Demikian juga dinamai hari itu adalah Idul Adha karena hari itu disyariatkan menyembelih binatang qurban (udhiyah). Kemudian udhiyah dipakai dalam bahasa kita dengan istilah qurban, diambil dari kata taqarruban atau qurbanan, yang artinya mendekatkan diri kepada Allah.
  1. hukum kurban[1]
            Hukum qurban menurut jumhur ulama adalah sunnah muaqqadah bagi seorang muslim atau keluarga muslim yang mampu dan memiliki kemudahan, dia sangat dianjurkan untuk berqurban. Jika tidak melakukannya, menurut pendapat Abu Hanifah, ia berdosa. Dan menurut pendapat jumhur ulama dia tidak mendapatkan keutamaan pahala sunnah. Disyariatkannya qurban sebagai simbol pengorbanan hamba kepada Allah SWT, bentuk ketaatan kepada-Nya dan rasa syukur atas nikmat kehidupan yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya. Hubungan rasa syukur atas nikmat kehidupan dengan berqurban yang berarti menyembelih binatang dapat dilihat dari dua sisi.
            Pertama, bahwa penyembelihan binatang tersebut merupakan sarana memperluas hubungan baik terhadap kerabat, tetangga, tamu dan saudara sesama muslim. Semua itu merupakan fenomena kegembiraan dan rasa syukur atas nikmat Allah SWT kepada manusia, dan inilah bentuk pengungkapan nikmat yang dianjurkan dalam Islam:
            Kedua, sebagai bentuk pembenaran terhadap apa yang datang dari Allah SWT. Allah menciptakan binatang ternak itu adalah nikmat yang diperuntukkan bagi manusia,dan Allah mengizinkan manusia untuk menyembelih binatang ternak tersebut sebagai makanan bagi mereka. Bahkan penyembelihan ini merupakan salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah SWT.
  1. waktu pelaksanaan kurban
            Waktu penyembelihannya yaitu sejak tanggal 10 Dzul Hijjah setelah kaum muslimin selesai melaksanakan shalat id sampai dengan akhir hari tasyriq/tanggal 13 Dzul Hijjah, dengan ketentuan seekor ternak berupa kambing hanya cukup untuk qurbannya seorang, sedangkan sapi atau unta cukup untuk qurbannya tujuh orang. Dalam riwayat sahabat Jabir bin Abdillah disebutkan :

نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَّةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ. رواه مسلم
Artinya :
“Kita para sahabat bersama Rasulullah SAW. pada tahun Hudaibiyah menyembelih qurban berupa seekor unta untuk qurbannya tujuh orang dan seekor sapi juga untuk qurbannya tujuh orang”. (HR. Muslim)
  1. syarat-syarat hewan kurban
                        Qurban memiliki beberapa syarat yang tidak sah kecuali jika telah memenuhinya, yaitu.
1.      Hewan qurbannya berupa binatang ternak, yaitu unta, sapi dan kambing, baik domba atau kambing biasa.[2]
2.      Telah sampai usia yang dituntut syari’at berupa jaza’ah (berusia setengah tahun) dari domba atau tsaniyyah (berusia setahun penuh) dari yang lainnya.
a)      Ats-Tsaniy dari unta adalah yang telah sempurna berusia lima tahun
b)      Ats-Tsaniy dari sapi adalah yang telah sempurna berusia dua tahun
c)      Ats-Tsaniy dari kambing adalah yang telah sempurna berusia setahun
d)     Al-Jadza’ adalah yang telah sempurna berusia enam bulan
3.      Bebas dari aib (cacat) yang mencegah keabsahannya, yaitu apa yang telah dijelaskan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
a)      Buta sebelah yang jelas/tampak
b)      Sakit yang jelas.
c)      Pincang yang jelas
d)     Sangat kurus, tidak mempunyai sumsum tulang
4.      Hewan qurban tersebut milik orang yang berqurban atau diperbolehkan (diizinkan) baginya untuk berqurban dengannya. Maka tidak sah berqurban dengan hewan hasil merampok dan mencuri, atau hewan tersebut milik dua orang yang beserikat kecuali dengan izin teman serikatnya tersebut.
5.      Tidak ada hubungan dengan hakl orang lain. Maka tidak sah berqurban dengan hewan gadai dan hewan warisan sebelum warisannya di bagi.
6.      Penyembelihan qurbannya harus terjadi pada waktu yang telah ditentukan syariat. Maka jika disembelih sebelum atau sesudah waktu tersebut, maka sembelihan qurbannya tidak sah
E.     pengertian aqiqah[3]
            Secara pendekatan lughawiyah (bahasa) aqiqah mempunyai arti rambut yang dimiliki oleh bayi. Telah membudaya dan menjadi tradisi orang Arab ketika memberi nama sesuatu selalu ditalikan dengan nama penyebabnya atau hal yang berkaitan erat denganya. Karena hewan aqiqah ini disembelih pada saat pencukuran rambut bayi, maka dipinjamlah kata tersebut untuk memberi nama ritual ibadah ini. Sedangkan menurut syariat Islam aqiqah adalah hewan sembelihan yang dipotong pada hari ketujuh kelahiran anak
F.      ketentuan dan syarat aqiqah
            Syarat-syarat Aqiqah menurut cara Sunah Islam Pertama Hewan yang disembelih adalah kambing, domba, unta atau sapi. Maka tidak sah dengan selainnya, seperti kelinci, ayam, atau burung. Ini adalah pendapat mayoritas ahli ilmu dari kalangan fuqaha, ahli hadits dan yang lainnya (Lihat al-Majmuu (VIII/448), al-Khurasyi (III/47), Bidaayatul Mujtahid (I/376), Kifaayatul Akhyar (hal. 535), Fat-hul Baari (VI/10) Dengan mengqiyaskan aqiqah kepada udh-biyah (kurban), sebagaimana yang dijalankan oleh para ulama. Imam Malik Berkata, "Hanya saja ia-yakni aiqah - kedudukannya sama dengan kurban. (Al-Majmuu'(VIII/429), al-Mughni(IX//463). Seperti juga yang diisyaratkan oleh an-Nawawi, Ibnu Qudamah dan selainnya. (Majma'uz Zawaa-id (IV/59). Lihat juga al-Fat-huf Rabbaani (XIII/124), Tuhfatul Mauduud (hal. 65), Syarhus Sunnah (XII/264).
            Kedua Selamat dari aib atau cacat. Ini pendapat mayoritas ulama. At-Tirmidzi berkata, "Ahli ilmu berkata:Aqiqah tidak memadai kecuali dengan hewan yang memadai untuk kurban. (Sunan at-tirmidi Iv/101) Oleh karena itu maka Aqiqah tidak bleh dengan hewan yang pincang, yang jlas kepincagan nya, Tidak boleh yang picek, yang jelas piceknya. tidak boleh yang sakit, yangjelas sakitnya. Tidak boleh yang kurus sekali. Tidak boleh yang buta, tidak boleh yang pecah tanduknya, dan tidak boleh yang lumpuh. Aqiqah adalah satu bentuk pendekatan diri seorang haba kepada Allah Subhanau wa Taalaa, maka hendaklah ia menyembelih yang selamat dari aib dan yang gemuk, karena susungguhnya Allah itu Maha baik dan tidak menerima kecuali yang baik.
                        Sempurnakan Syarat domba dan Kambing Aqiqah :

1.      Disyariatkan hewan aqeqah dari jenis domba atau kambing aqiqah[4]
2.      Umur hewan domba atau kambing aqiqah menurut kebanyakan ulama menyamakan dengan persyaratan hewan qurban yaitu yang sudah melewati setahun, atau minimal enam bulan yang bila dicampur tidak tampak bedanya.
3.      Kesehatan, ternak tidak : buta walaupun sebelah; pincang yang nyata; kurus kering; terpotong ekor atau telinga lebih dari sepertiganya; ompong gigi karena tua atau sakit, lumpuh dan gila sehingga tidak bisa digembalakan.
4.      Bukan cacat yang dilarang apabila tanduk patah, gigi lepas dalam masa pergantian, bulu rontok, sakit ringan dan luka kecil yang tidak membahayakan kelangsungan hidupnya.
5.      Penyaluran boleh dalam keadaan mentah atau matang. Dengan mengadakan walimah ataupun sekedar menyalurkan hendaknya diutamakan dilingkungan bayi dibesarkan dengan tidak melupakan fakir, miskin dan anak yatim.

                        Ketentuan Waktu

                        Adapun aisyah mengatakan aqeqah dilakukan pada hari ke tujuh, ke empat belas atau ke dua puluh satu, Urutan afdhaliat : hari ke tujuh, hari ke empat belas, hari ke dua puluh satu dan semua hari dikala mampu

                        Hikmah dilaksanakan aqiqah

1.      Sarana memprokalmirkan kelahiran anak kepada lingkungannya.
2.      Perwujudan rasa syukur dan kegembiraan atas bertambahnya umat Muhammad.
3.      Mempererat ikatan cinta masyarakat yang berkumpul menghadiri jamuan daging kambing aqeqah
4.      Ikut meringankan masalah social dengan pembagian daging kambing aqiqah
5.      Menghubugkan antara anak dan orang tuanya baik dalam do’a maupun syafaat di hari kiamat.[5]





BAB III
A.   Kesimpulan
      Berqurban (udhiyah) adalah salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah dengan mengorbankan sebagian kecil hartanya, untuk dibelikan binatang ternak. Menyembelih binatang tersebut dengan persyaratan yang sudah ditentukan. Sedangkan berkorban (tadhiyah) mempunyai arti yang lebih luas yaitu berkorban dengan harta, jiwa, pikiran dan apa saja untuk tegaknya Islam. Dalam suasana dimana umat Islam di Indonesia sedang terkena musibah banjir, dan mereka banyak yang menjadi korban. Maka musibah ini harus menjadi pelajaran berarti bagi umat Islam. Apakah musibah ini disebabkan karena mereka menjauhi Allah SWT dan menjauhi ajaran-Nya? Yang pasti, musibah ini harus lebih mendekatkan umat Islam kepada Allah (taqqarub ilallah). Melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan yang tidak tertimpa musibah banjir ini dituntut untuk memberikan kepeduliannya dengan cara berkorban dan memberikan bantuan kepada mereka yang terkena musibah. Dan di antara bentuk pendekatan diri kepada Allah dan bentuk pengorbanan kita dengan melakukan qurban penyembelihan sapi dan kambing pada hari Raya ‘Idul Adha dan Hari Tasyrik. Semoga Allah menerima qurban kita dan meringankan musibah ini, dan yang lebih penting lagi menyelamatkan kita dari api neraka.
      Aqiqah dalam istilah agama adalah sembelihan untuk anak yang baru lahir sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Swt dengan niat dan syarat-syarat tertentu. Oleh sebagian ulama ia disebut dengan nasikah atau dzabîhah (sembelihan). Hukum aqiqah itu sendiri menurut kalangan Syafii dan Hambali adalah sunnah muakkadah. Sementara menurut kalangan Hanafi mubah dan menurut Maliki hanya bersifat anjuran. Dasar yang dipakai oleh kalangan Syafii dan Hambali dengan mengatakannya sebagai sesuatu yang sunnah muakkadah adalah hadis Nabi saw. Yang berbunyi, “Anak tergadai dengan akikahnya. Disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya)” (HR al-Tirmidzi, hasan shahih).

B.   Saran
1.      Secara Vertical ( hablumminallah)
                        Secara vertical berarti ini menunjukkan rasa syukur kita kepada Allah atas semua nikmat yang telah diberikan kepada kita. Serta melahirkan kesadaran bahwa semua nikmat itu merupakan karunia Allah. Selain itu, ibadah udhiyah dapat menjadi tolok ukur ketakwaan dan keimanan seseorang.
2.      Secara Horizontal (hablumminannas)
                        Ditinjau dari segi horizontal maka kita akan melihat sisi hablumminannas. Bagaimana syariat udhiyah mengajarkan kita agar memelihara rasa solidaritas dan sosial dengan orang-orang di sekitar kita. Ketika seseorang menyembelih hewan qurban, maka tidak semuanya akan dimakan sendiri. Akan tetapi sebagian dagingnya bagi diri dan keluarganya sedangkan yang lainnya akan dibagi.


[1] [1] H. Sulaiman Rasid, Fiqih Islam, ( jakarta : Attahiriyah ) hlm. 447

[2] H. Sulaiman Rasid, Fiqih Islam, ( jakarta : Attahiriyah ) hlm. 448
[3] H. Sulaiman Rasid, Fiqih Islam, ( jakarta : Attahiriyah ) hlm. 448
[4] H. Sulaiman Rasid, Fiqih Islam, ( jakarta : Attahiriyah ) hlm. 449
[5] H. Sulaiman Rasid, Fiqih Islam, ( jakarta : Attahiriyah ) hlm. 450
  Tim DEP.Agama Fisip UT. 2004 ( Jakarta : universitas terbuka ) hlm. 7.5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar